A. TEKS AL QURAN DAN TERJEMAHANNYA
a. QS. Al-Maidah/5:
67
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا
أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ ۖ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ
رِسَالَتَهُ ۚ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي
الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti)
kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan)
manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
kafir”. (QS: Al-Maidah Ayat: 67)
b. QS. Al-Nahl/16:
125
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ
بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ
أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ
أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya
dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS: An-Nahl Ayat: 125)
c. QS. Al-A’raf/7:
176-177
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا
وَلَٰكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ ۚ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ
الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ۚ ذَٰلِكَ
مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا ۚ فَاقْصُصِ الْقَصَصَ
لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan
(derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan
menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika
kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia
mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu
agar mereka berfikir.” (QS: Al-A'raf Ayat: 176)
سَاءَ مَثَلًا الْقَوْمُ الَّذِينَ
كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَأَنْفُسَهُمْ كَانُوا يَظْلِمُونَ
Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim.(QS:
Al-A'raf Ayat: 177).
d. QS. Ibrahim/14: 24-25
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ
مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا
فِي السَّمَاءِ
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan
cabangnya (menjulang) ke langit,” (QS: Ibrahim Ayat: 24)
تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ
بِإِذْنِ رَبِّهَا ۗ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ
يَتَذَكَّرُونَ
“Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan
seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya
mereka selalu ingat.” (QS: Ibrahim Ayat: 25)
B. ASBABUN NUZUL
1. QS. Al-Maidah/5: 67
Abu Hurairah (RA) menuturkan bahawa ketika Rasulullah SAW
beserta para sahabatnya tiba di sebuah desa, mereka (para sahabat) melihat
sebatang pohon besar untuk berteduh, dan mereka menyarankan kepada Nabi SAW
untuk berteduh di bawahnya untuk sesaat. Nabi SAW pun mengiyakan saran
para sahabatnya, dan tidur di bawahnya, sedang para sahabat tidur di tempat
lain. Saat Nabi SAW sedang tertidur kerana istirahat, tiba-tiba datang seorang
badui dengan menghunus pedang dan membangunkan Nabi SAW sambil berkata,
"Wahai Muhammad, sekarang katakan padaku, siapa yang dapat menyelamatkanmu
dariku?" Beliau menjawab, "Allah." Maka turunlah ayat di atas.
(Hadis hasan, riwayat Ibnu Hibban).
2. QS. Al-Nahl/16:
125
Para mufasir berbeda pendapat seputar sabab
an-nuzul (latar belakang turunnya) ayat ini. Al-Wahidi menerangkan bahwa
ayat ini turun setelah Rasulullah SAW. menyaksikan jenazah 70 sahabat yang
syahid dalam Perang Uhud, termasuk Hamzah, paman Rasulullah. Al-Qurthubi
menyatakan bahwa ayat ini turun di Makkah ketika adanya perintah kepada
Rasulullah SAW, untuk melakukan gencatan senjata (muhadanah) dengan pihak
Quraisy. Akan tetapi, Ibn Katsir tidak menjelaskan adanya riwayat yang menjadi
sebab turunnya ayat tersebut.
3. Q.S. Al - A’raaf [7] :
176 – 177
Terdapat riwayat yang mengatakan bahwa dia adalah
seorang laki-laki dari bani Israel yang bernama Bal’am bin Ba’ura’. Riwayat
lain mengatakan bahwa orang itu adalah seorang laki-laki dari Palestina yang
dictator. Riwayat lain juga mengatakan bahwa dia adalah orang Arab yang bernama
Umayyah bin Shalt. Adapula riwayat yang mengatakan bahwa dia adalah
seseorang yang hidup sezaman dengan masa Rasulullah, yang bernama Amir
al-Fasik. Dan, ada pula riwayat yang mengatakan bahwa orang tersebut semasa
dengan Nabi Musa a.s. Ada lagi riwayat yang mengatakan bahwa dia
hidup sepeninggal Nabi Musa a.s , yaitu sezaman dengan Yusya’ bin Nun yang memerangi
para dictator bani Israel sesudah mereka kebingungan dan terkatung-katung di
padang pasir selama empat puluh tahun. Yakni, sesudah bani Israel tidak mau
memenuhi perintah Allah untuk memasukinya dan berkata kepada Nabi Musa
a.s.,”Maka pergilah engkau bersama Tuhanmu, lalu perangilah mereka, sedang kami
menunggu di sini.”
Diriwayatkan juga di dalam menafsirkan ayat-ayat yang
diberikan kepadanya bahwa ayat-ayat itu adalah nama Allah yang teragung. Orang
itu berdo’a dengan menyebutnya, lalu dikabulkan do’anya. Sebagaimana juga ada
riwayat yang mengatakan bahwa ayat – ayat itu adalah kitab suci yang
diturunkan, sedang dia adalah seorang Nabi. Setelah itu, terdapat keterangan
yang berbeda-beda mengenai perincian cerita tersebut.
4. Q.S. Ibrahim [14] :
24-25
Berdasar satu riwayat yang menyatakan (‘Abdullah) putra ‘
Umar ra. Berkata bahwa suatu ketika kami berada di sekeliling Rasulullah SAW.,
lalu beliau bersabda :” Beritahulah aku tentang sebuah pohon yang
serupa dengan seorang muslim, memberikan buahnya pada setiap musim! “ Putra
‘Umar berkata: “Terlintas dalam benakku bahwa pohon itu adalah pohon kurma,
tetapi aku lihat Abu Bakar dan Umar tidak berbicara, maka aku segan
berbicara.”Dan seketika Rasul SAW., tidak mendengar jawaban dari hadirin,
beliau bersabda: “Pohon itu adalah pohon kurma”. Setelah selesai pertemuan
dengan Rasul SAW itu, aku berkata kepada (ayahku) ‘Umar: ”Hai Ayahku! Demi
Allah telah terlintas dalam benakku bahwa yang dimaksud adalah pohon
kurma. “Beliau berkata: “Mengapa engkau tidak menyampaikannya?”Aku
menjawab: “Aku tidak melihat seorang pun berbicara, maka aku pun segera
berbicara.” ‘Umar ra. Berkata :”Seandainya engkau menyampaikannya maka
sungguh itu lebih kusukai dari ini dan itu.”HR.Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi dan
lain-lain.
Baca Juga : Potensi Manusia Menurut Pandangan Islam
C. TAFSIR
1. QS. Al-Maidah ayat 67
Kisah ini diceritakan sangat indah oleh Ibnu Katisr dalam
menafsirkan Surat Al-Maidah ayat 67 ini. Beliau menguraikan : Pada awalnya Nabi
merasa takut untuk menyampaikan risalah kenabian. Namun karena ada dukungan
lansung dari Allah maka keberanian itu muncul. Dukungan dari Allah sebagai
pihak pemberi wewenang menimbulkan semangat dan etos dakwah nabi dalam
menyampaikan risalah. Nabi tidak sendirian, di belakangnya ada semangat
“Agung”, ada pemberi motivasi yang sempurna yaitu Allah SWT. Begitu pun dalam
proses pembelajaran harus ada keberanian, tidak ragu-ragu dalam menyampaikan
materi. Sebab penyampaian materi sebagai pewarisan nilai merupakan amanat agung
yang harus diberikan. Bukankah nabi berpesan ; “yang hadir hendaknya
menyampaikan kepada yang tidak hadir” .
Sehingga Allah berfirman sebagai penegasan dukungan
keselamatan :
وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ = Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.
وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ = Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.
2. QS. Al-Nahl/16:
125
Tafsir Al-Jalaalayn
“Serulah (manusia, wahai Muhammad) ke jalan Rabb-mu
(agama-Nya) dengan hikmah (dengan al-Quran) dan nasihat yang baik
(nasihat-nasihat atau perkataan yang halus) dan debatlah mereka
dengan debat terbaik (debat yang terbaik seperti menyeru manusia kepada Allah
dengan ayat-ayat-Nya dan menyeru manusia kepada
hujah). Sesungguhnya Rabb-mu, Dialah Yang Mahatahu, yakni
Mahatahu tentang siapa yang sesat dari jalan-Nya, dan Dia Mahatahu atas
orang-orang yang mendapatkan petunjuk. Maka Allah membalas mereka. Hal ini
terjadi sebelum ada perintah berperang. Ketika Hamzah dibunuh
(dicincang dan meninggal dunia pada Perang Uhud)”
3. QS. Al-Araf 167-168
Kedua ayat ini menguraikan keadaan siapapun yang melepaskan
diri dari pengetahuan yang telah dimilikinya. Allah SWT menyatakan bahwa
sekiranya Kami menghendaki, pasti Kami menyucikan jiwanya dan meninggikan
derajatnya dengannya yakni melalui pengamalannya terhadap ayat-ayat itu, tetapi
dia mengekal yakni cenderung menetap terus menerus di dunia menikmati
gemerlapnya serta merasa bahagia dan tenang menghadapinya dan menurutkan dengan
antusias hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya adalah seperti anjing
yang selalu menjulurkan lidahnya.
Kedua ayat diatas juga memberikan perumpamaan orang yang ber
pengetahuan, sampai-sampai pengetahuan itu melekat pada dirinya seperti
melekatnya kulit pada dagingnya. Namun dia menguliti dirinya dengan melepaskan
tuntunan pengetahuannya. Dia diibaratkan seekor anjing yang terengah-engah
sambil menjulurkan lidahnya. Biasanya yang terengah-engah adalah yang letih
atau kehausan membutuhkan air, tetapi anjing terengah-engah bukan hanya ketika
letih ataupun haus, tapi sepanjang hidupnya dia selalu demikian. Sama dengan
orang yang memperoleh pengetahuan tetapi terjerumus mengikuti hawa nafsunya.
Seharusnya pengetahuan tersebut membentengi dirinya dari perbuatan buruk.
Dari Ayat tersebut juga bisa jadi tinjauan kita menggunakan
metode menakut-nakuti dan memikirkan Nikmat ini telah memfokuskan perhatian
mereka terhadap apa yang mereka rasakan berupa nikmat ditempatkannya dimuka
bumi, dan dijadikannya bumi itu sebagai tempat tinggal mereka yang dilengkapi
berbagai pemenuhan kebutuhan pokok dan kesempurnaan manusia.
4. QS. Ibrahim
Kedua ayat diatas mengajarkan kepada semua ummat agar
membiasakan dari menggunakan ucapan yang baik, yang berfaedah bagi dirinya dan
bermanfaat bagi orang lain. Ucapan seseorang menunjukkan watak dan
kepribadiannya serta adab dan sopan santunnya. Sebaliknya, setiap muslim harus
menjauhi ucapan dan kata-kata yang jorok, yang dapat menimbulkan kemarahan,
kebencian, permusuhan dan menyinggung perasaan atau
menimbulkan rasa jijik bagi yang mendengarnya.
Demikian pula halnya kata-kata yang baik yang kita ucapkan
kepada orang lain, misalnya dalam memberikan Ilmu pengetahuan yang berguna,
manfaatnya akan didapat oleh orang banyak. Dan setiap orang yang memperoleh
Ilmu dari seorang guru haruslah bersyukur kepada Allah karena pada hakikatnya
ilmu yang telah diperolehnya melalui karunia dan rahmat Allah SWT.
Baca Juga : Kelemahan Manusia Menurut Al-Qur'an
D. NUANSA PENDIDIKAN/ NILAI
TARBIYAH
1. Surat Al-Maidah ayat
67
Nilai tarbawy yang dapat diambil dari ayat tersebut di atas,
yaitu bahwa metode tabligh adalah suatu metode yang dapat diperkenalkan
dalam dunia pendidikan modern. Yaitu suatu metode pendidikan dimana guru tidak
sekadar menyampaikan pengajaran kepada murid, akan tetapi dalam metode itu
terkandung beberapa persyaratan guna terciptanya efektivitas proses belajar
mengajar. Beberapa persyaratan yang dimaksud adalah :
a) Aspek kepribadian guru
yang selalu menampilkan sosok uswah hasanah, suri tauladan yang baik bagi
murid-muridnya.
b) Aspek kemampuan
intelektual yang memadai.
c) Aspek penguasaan
metodologis yang cukup sehingga mampu meraba dan membaca kejiwaan dan kebutuhan
murid-muridnya.
d) Aspek spiritualitas dalam
arti pengamal ajaran Islam yang istiqomah.
Apabila keempat persyaratan di atas dipenuhi oleh
seorang guru, maka materi yang disampaikan kepada murid akan
merupakan qoulan baligha, yaitu ucapan yang komunikatif dan efektif.
2. Surat An-Nahl ayat 125
Nilai tarbawiyah yang dapat diambil dari ayat tersebut di
atas menyangkut metode atau cara melakukan dakwah. Ayat tersebut juga
mengisyaratkan adanya tiga tipologi manusia dalam kaitannya dengan penyikapan
terhadap dakwah dan pendidikan, yaitu :
a. Mereka yang
dengan segala kemampuan nalar dan nuraninya selalu berusaha menemukan kebenaran
sejati, untuk mengajak dan mendidik manusia dalam tipe ini cukup dengan
metode al-hikmah.
b. Mereka yang dengan
keluguannya atau karena keterbatasan kemampuan berfikirnya selalu
menerima taqlid dalam menerima kebenaran. Untuk mengajak dan
mendidik mereka ke jalan Allah swt lebih efektif dengan
metode al-mau’idhat al-hasanat.
c. Mereka yang
dengan segala kecongkakannya selalu berusaha menetang kebenaran. Bagi manusia
dalam kelompok ini cara berdakwah dan memberikan pendidikannya harus dengan cara
jadal (adu argumentasi) tetapi dengan cara-cara lunak dan santun.
Ketiga tipologi tersebut akan ditemukan juga dari siswa oleh
setiap guru di sekolah. Ada anak yang kritis, yang baru akan menerima dan
mengakui sesuatu yang disampaikan guru kalau ia sudah betul-betul memahaminya.
Ada juga anak-anak yang selalu menerima apa yang disampaikan gurunya tanpa mau
banyak bertanya ini dan itu. Bahkan ada anak-anak yang selalu membangkang
terhadap gurunya. Untuk itu menghadapi ketiga tipologi anak tersebut seoran guru
harus pandai memilih metode pendidikan yang tepat.
3. Surat Al-A’raaf ayat
176-177
Nilai tarbawy yang dapat diambil dari ayat tersebut di atas
adalah bahwa Al-Qur’an menyuguhkan Islam sebagai manhaj untuk
bergerak. Juga untuk memandu perjalanan manusia langkah demi langkah mendaki
puncak tertinggi, sesuai dengan program dan ketentuan-ketentuannya. Di tengah
gerak riilnya, Islam membentuk system kehidupan bagi manusia, membangun
prinsip-prinsip syariatnya, dan kaidah-kaidah ekonomi, social, dan politik
mereka. Kemudian dengan akalnya yang berpedoman pada Islam, manusia menciptakan
aturan-aturan hukum fikih, ilmu kealaman, ilmu jiwa, dan semua
kebutuhan hidup praktis mereka yang riil. Mereka menciptakannya, sedang di
dalam jiwanya terdapat kehangatan dan motivasi akidah, keseriusan melaksanakan
syariat dan merealisasikannya, dan kebutuhan-kebutuhan hidup riil dengan arahan
– arahannya.
Inilah manhaj Al-Qur’an di dalam membentuk jiwa muslim dan
kehidupan islami. Adapun kajian teoritis yang semata-mata hanya kajian, maka
yang demikian inilah ilmu yang tidak dapat melindungi pemiliknya dari
kecenderungan kepada kehidupan dunia, dorongan hawa nafsu, dan godaan setan.
Ilmu bukan semata-mata pengetahuan. Tetapi, semestinya ia dapat menciptakan
akidah yang hangat, bersemangat, dan bergerak untuk mengimplementasikan
petunjuknya di dalam hati dan di dalam alam kehidupan.
4. Surat Ibrahim ayat
24-25
Nilai tarbawy yang dapat diambil dari ayat tersebut di atas
adalah bahwa perumpamaan adalah salah satu metode yang dapat diterapkan dalam
proses pendidikan dan pengajaran. Melalui ungkapan-ungkapan pemisalan, anak
didik akan mudah memahami materi pelajaran dan akan lebih termotivasi untuk
melakukan karya-karya nyata dan positif. Gambaran perumpamaan pada ayat di atas
tentang pohon bagus yang akarnya kokoh menancap ke dasar bumi dan cabangnya
menjulang ke angkasa untuk sebuah kalimah thayyibah, bertujuan agar obyek yang
diajak bicara lebih mudah memahami pentingnya memiliki prinsip tauhid yang kuat
dalam menempuh perjalanan kehidupan di dunia ini.
KESIMPULAN
1. Surat Al-Maidah ayat
67 :
Dalam ayat di atas menjelaskan bahwa kita selaku umat nabi
Muhammad S.A.W harus meniru dan mensuri tauladani akhlak nabi Muhammad s.a.w,
baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan
bermasyarakat. Bagi keluarga dan orang tua hendaklah mendidik anaknya
dengan cara meniru akhlak rosululloh sehingga terciptalah norma-norma islam dan
kepribadian dalam diri anak tersebut. Dalam ayat ini menggunakan metode suri
tauladan dalam ruang lingkup pendidikan.
2. Surat Al-A’raf ayat
176-177
Dalam ayat tersebut diterangkan bahwa bagi orang-orang yang
mengamalkan ayat-ayat Allah akan di tinggikan derajatnya, dan apabila bagi
orang-orang yang tidak mengamalkan ayat-ayat Allah karena cenderung kepada
dunia dan menurutkan hawa narfsunya. maka Allah tidak akan memberikan hidayah
baginya.Orang yang seperti itu diumpamakan seperti seekor anjing apabila
dihalau ia mengululurkan lidahnya dan apablia dibiarkan ia mengulurkan lidahnya
pula. Begitu hinanya orang yang tidak mengamalkan ayat-ayat Allah sehingga
Allah akan memberikan peringatan kepada orang yang demikian itu. Dalam ayat ini
menggunakan metode cerita dalam ruang lingkup pendidikan.
3. Surat Ibrahim ayat
24-25
Ayat tersebut di atas memberikan gambaran kepada kita untuk
merenungi dan mentafakuri ciptaan Allah agar dapat diambil hikmah dan
pelajarannya. Seperti ayat-ayat Allah yang memiliki kandungan-kandungan makna
yang tersirat. Dan metode pengajaran dalam ayat ini adalah kontemplasi.
4. Surat An-Nahl ayat 125
Dalam ayat di atas terdapat beberapa metode pengajaran,
yaitu :
a. Metode hikmah
(pelajaran).
b. Metode nasihat yang
baik
c. Metode bantahan
yang baik dan perkataan yang lemah lembut